Sabtu, 10 Januari 2015

Mengenal Waterbirth untuk persalinan Nyaman dan Menyenangkan

Masturoh Widuri Sinta

Era globalisasi menuntut manusia untuk berinovasi dan menciptakan pembaharuan melalui perbaikan dan perkembangan penemuan sebelumnya. Begitu pula dengan ilmu kesehatan maternitas yang selalu berkembang di area kesehatan ibu saat pra kehamilan sampai persalinan. Perkembangan ilmu terus berlangsung untuk menciptakan pelayanan yang dapat meningkatkan kenyamanan pada ibu saat masa kehamilan maupun proses persalinan. Dulu, Ibu hanya mempunyai pilihan melahirkan melalui vagina, namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan pengetahuan obstetri muncullah istilah caesar. Semakin lama, semakin banyak cara untuk membuat ibu senyaman mungkin dalam menjalani proses persalinan. Sehingga banyak modifikasi dalam persalinan normal yang dapat dipilih ibu. Salah satunya adalah waterbirth (persalinan di dalam air).

Sebenarnya, waterbirth bukanlah hal yang benar-benar baru karena penelitian mengenai waterbirth telah dilakukan oleh Harper pada tahun 1994. Waterbirth adalah persalinan yang dilakukan di dalam air hangat dengan tujuan meredakan nyeri persalinan dan membuat ibu lebih rileks. Waterbirth dimulai ketika fase aktif yaitu pada pembukaan 4-7 (Lowdermilk, 2014). Di Indonesia, waterbirth masih jarang dilakukan. Selain pemerintah belum melegalkan praktik waterbirth, banyak ibu yang belum memahami jenis persalinan melalui waterbirth.

Proses melahirkan melalui waterbirth perlu dipahami oleh Mommy dan Ayah sebelum kita membahas kekurangan dan kelebihan. Berikut merupakan cuplikan proses waterbirth sehingga Mommy dan Ayah mampu membayangkan bagaimana keuntungan dan kerugian dari waterbirth. Klik Video ini  yang penulis ambil dari website babycenter.com

Bagaimana bayi bernapas setelah dilahirkan dalam air? Bayi yang dilahirkan dalam air mempunyai waktu lebih lama untuk beradaptasi melakukan napas pertama karena seluruh tubuhnya terekspos dengan air. Menilai APGAR skor pada bayi yang dilahirkan melalui waterbirth adalah pada 1 menit 30 detik. Meskipun bayi yang dilahirkan akan terlihat biru lebih lama dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dalam kondisi kering, kekuatan dan irama jantung tetap baik. Bayi yang dilahirkan akan muali bernapas ketika sudah keluar. Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya mekanisme untuk menghambat tekanan di dalam paru-paru untuk menstimulasi bayi bernapas. Harper (1994) juga mengatakan bahwa laporan kejadian mengenai bayi meninggal akibat aspirasi ketika dilakukan waterbirth tidak valid. Bayi yang lahir bukan mengalami aspirasi, melainkan asphyxiation karena bayi terlalu lama berada di dalam air setelah seluruh anggota badannya keluar dari organ tubuh ibu. Asphyxiation adalah kondisi kekurangan oksigen dan kelebihan karbondioksida dalam tubuh yang disebabkan interupsi pernapasan. Penyebabnya plasenta sudah tidak lagi mengirim oksigen kepada bayi, sama halnya ketika plasenta lebih dulu terlepas dari dinding rahim sebelum bayi dilahirkan secara sempurna. Tetapi bukan berarti bayi diangkat secara cepat, hal ini akan menyebabkan trauma pada bayi. Pengangkatan bayi harus dilakukan dengan pelan dan gentle (Harper, 2000; 1997; 1994).


Waterbirth adalah filosofi untuk memberikan persalinan secara non-intervensi, lebih dari sekedar metode atau cara persalinan. Psikologis, fisiologis, teknologi, humaniti dan sains merupakan kombinasi dari waterbirth. Di Amerika, ibu yang menjalani proses persalinan pertama secara waterbirth akan memilih waterbirth untuk persalinan yang berikutnya. Beberapa pengalaman ibu yang telah merasakan waterbirth mengatakan bahwa waterbirth membuat ibu nyaman dan rileks saat melahirkan. Ibu juga dapat merasakan penyatuan dari dirinya dan anak yang dilahirkan.
Secara garis besar, keuntungan waterbirth bedasarkan telaah pustaka adalah sebagai berikut:
·       Ibu merasakan kenyamanan yang luar biasa, ketakutan dan stress ibu menurun
·       Memberikan kebebasan bagi ibu untuk bergerak dan menentukan posisinya ketika melahirkan
·       Mengurangi nyeri  dan menambah masukan oksigen ke bayi
·       Mengurangi adanya tekanan darah rendah karena cemas
·       Rilaks yang dirasakan ibu mampu membuat ibu hanya berfokus pada proses melahirkan
·       Elastisitas perineum meningkat karena air masuk ke dalam jaringan perineum, sehingga menurunkan insiden episiotomi atau perobekan jalan lahir
·       Mempermudah upaya ibu dan anak dalam proses persalinan
·       Mempersingkat lama persalinan
·       Menghemat tenaga/energi ibu saat persalinan
·       Ketika bayi muncul ke dalam air, bayi mudah “ditangkap” oleh penolong persalinan
·       Memberikan waktu pada sistem bayi untuk beradaptasi, karena lingkungan air hampir sama dengan kondisi ketika bayi berada di dalam rahim yang dipenuhi cairan amnion

Namun, Indonesia belum memiliki standar yang jelas baik di tingkat organisasi, profesi, maupun ilmu. Perlu dilakukan uji coba dan standarisasi terlebih dulu agar waterbirth dapat dilakukan secara legal di Indonesia. Uji coba dan standarisasi ini juga diperlukan untuk keamanan proses persalinan bagi ibu dan bayi. Selain itu, pemerintah masih melihat beberapa kekurangan waterbirth, diantaranya:
·       Ada kemungkinan bayi mengalami aspirasi
·       Dipandang masih membahayakan karena beberapa kejadian waterbirth di Indonesia gagal
·       Sulit memperkirakan volume perdarahan. Selain itu, penanganan perdarahan pada kala 3 sulit dilakukan ketika ibu masih di dalam air
·       Adanya resiko ibu mengalami emboli air
·       Memungkinkan tali pusat kusut terbawa air sehingga menyebabkan bayi terengah-engah
Selain itu, ada hal-hal yang harus diperhatikan terkait kondisi ibu ketika melakukan waterbirth. Waterbirth dilakukan ketika ibu telah dipastikan mampu melakukan persalinan melalui vagina (normal) dan dalam kondisi baik. Dalam American Pregnancy Association (2014) menyebutkan bahwa adanya masalah/komplikasi persalinan seperti kelahiran induksi, kelahiran yang lama, infeksi maternal, resiko perdarahan yang hebat, kelahiran bayi prematur, atau cairan amnion bercampur dengan banyak mekonium tidak disarankan memilih waterbirth. Ibu dengan masalah kesehatan tertentu juga tidak disarankan melakukan waterbirth seperti ibu dengan herpes, HIV/AIDS, pre-eklampsi, toksemia, tekanan darah tinggi, ibu yang sedang atau akan mengkonsumsi obat-obatan, dan akan dilakukan induksi. Jika ibu pada kondisi melahirkan ganda atau kembar, ibu bisa melakukan waterbirth, akan tetapi harus konsultasi dengan tenaga kesehatan terlebih dahulu.

Ibu hamil sangat diperhatikan kondisinya dan terus dipelajari bagaimana ibu dapat merasakan pengalaman persalinan yang menyenangkan dan nyaman, salah satunya dengan mengatasi nyeri persalinan pada ibu. Waterbirth salah satu cara yang ditawarkan untuk mengurangi nyeri ibu dalam proses persalinan. Meskipun di Indonesia masih belum legal praktiknya, ibu Indonesia juga harus mengetahui perkembangan globalisasi. Sebelum memilih waterbirth, cek terlebih dahulu kondisi ibu dan bayi.

Referensi:
Harper, Barbara. (2000). Waterbirth basics: From newborn breathing to hospital prc. Midwifery Today. 54(9)
Harper, Barbara (1997). Integrating waterbirth into maternity care: An agent for CI. Midwifery Today. 43(35)
Harper, Barbara. (1994). Waterbirth: An icreasingly attractive gentle birth choice. International Childbirth Education Association. 9(1). 17-18
Lowdermilk, D.L., Perry, S.E., Cashion, Kitty. (2014). Keperawatan Maternitas edisi 8, penerjemah dr. Felicia Sidarta, dr Anesia Tania. Singapore: Elsevier
American Pregnancy Association. (2014). Water Birth. Diakses dari: http://americanpregnancy.org/labor-and-birth/water-birth/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar