Stem
cell:
Darah Tali Pusat untuk Investasi si Kecil
oleh
Faiqa Himma Emalia
Selama
satu dekade terakhir, penyimpanan darah tali pusat di bank stem cell semakin marak dilakukan oleh keluarga kalangan ekonomi
menengah ke atas. Sebelum bank stem cell
berdiri di Indonesia, ada saja orang tua yang rela merogoh biaya tinggi per
bulan untuk menyimpan darah tali pusat anaknya di bank stem cell Singapura. Seiring dengan berkembanganya ilmu dan
teknologi di Indonesia, kini akses bank stem
cell semakin mudah. Orang tua tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk
menyimpan darah tali pusat anaknya. Sebenarnya, apa itu stem cell? Apa hubungannya dengan darah tali pusat? Dan mengapa ia
harus disimpan? Mari kita telusuri lebih dalam melalui artikel ini.
Stem cell ditemukan oleh Owen pada tahun 1945 ketika ia menemukan blood chimerism1 yang bertahan lama dari sapi kembar. Ekperimen ini kemudian semakin dikembangkan oleh ilmuwan menggunakan hewan percobaan lain sehingga penelitian stem cell saat ini telah lama diujicobakan pada manusia. Stem cell sendiri adalah sel tertentu dalam tubuh individu yang memiliki kemampuan memperbanyak/membelah diri dan berdiferensiasi menjadi berbagai macam tipe sel (Cogle, Guthrie, Sanders, Allen, Scott, dan Petersen, 2003). Referensi lain mengatakan bahwa stem cell merupakan sel unik yang memiliki dua karakteristik: pertama, stem cell merupakan sel yang tidak terspesialisasi dan punya kemampuan memperbaharui diri melalui pembelahan sel−−biasanya dalam waktu yang lama setelah inaktif. Kedua, di bawah kondisi fisiologis dan ekperimental, stem cell dapat diinduksi menjadi sel jaringan/organ yang spesifik dan memiliki fungsi tertentu (Hotkar dan Balinsky, 2011) .
Hotkar
& Balinsky (2011) menyebutkan ada dua jenis stem cell, yaitu pluripotent dan multipotent. Pluripotent merupakan
sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel, sedangkan multipotent
adalah sel induk yang hanya dapat menjadi sebagian kecil jenis sel yang berbeda.
Sedangkan klasifikasi stem cell menurut sumbernya antara lain human embryonic stem cell
(hESC), non embryonic, somatic, atau adult stem cell, dan induced
pluripotent stem cells (iPSCs) (Hotkar
& Balinsky, 2011). Berikut penjelasan dari Hotkar & Balinsky (2011)
mengenai masing-masing jenis stem cell:
1. Human embryonic stem cell
(hESC): Sel ini didapatkan pada embrio usia 5-8 hari, yang disebut blaktosit
dan memiliki sekitar 150 sel. hESC juga bisa didapatkan dari ekstraksi morula2
yang terbentuk dari kumpulan 30 sel penyatuan zigot3. Sel ini telah
terbukti tidak memiliki perbedaan morfologi4 dengan blaktosit dan
memiliki hES
cell specific markers5 yang sama.
2. Non embryonic,
somatic, atau adult stem cell: Adult stem
cell merupakan jenis sel yang dianggap tidak mengalami diferensiasi, namun
ditemukan pada sel yang telah mengalami diferensiasi pada jaringan atau organ
(National Institutes of Health [NIH], 2012). Stem cell jenis ini seringkali ditemukan pada anak-anak dan umbilical cord atau tali pusat. Selain pada anak-anak dan tali pusat, adult stem cell menurut NIH (2012) juga dapat ditemukan di
beberapa organ, diantaranya otak, sumsum tulang, darah perifer7,
pembuluh darah, otot skeletal, kulit, gigi, jantung, usus, hati, epitel
ovarium, dan testis. Namun, secara keseluruhan stem cell jenis ini memiliki keterbatasan
melakukan proliferasi6
3. Induced pluripotent
stem cells (iPSCs): Jenis sel ini mulai
ditemukan pada akhir 2007 dimana ilmuwan berhasil mengidentifikasi kondisi yang
meyebabkan sel pada manusia dewasa dapat mengalami spesialisasi melalui
reprogram genetik sehingga memunculkan hasil seperti stem cell. Dapat disimpulkan bahwa iPSCs merupakan jenis stem cell yang berasal dari sel manusia
dewasa yang direprogram secara genetik untuk menjadi sejenis stem cell embrio.