TENTANG
MENJADI SEORANG IBU
Oleh
Maufiroh
“Semoga segera diberi momongan ya..”,
begitulah
kiranya ketika mengetahui ada pasangan yang baru menikah.
Peran menjadi seorang
ibu sangat dihargai oleh budaya Indonesia. Menjadi seorang ibu bagi perempuan
Indonesia dinilai sebagai kodrat. Terbukti dengan banyaknya tradisi yang
diterapkan kepada
perempuan sejak memasuki usia kehamilan hingga bayi baru lahir. Menjadi seorang
ibu adalah peran yang sangat diidamkan, perempuan harus melalui proses yang
kompleks dan tidak mudah. Meskipun dirasa tidak mudah, tetapi ada rasa bahagia bagi perempuan
yang telah menyadang gelar sebagai seorang ibu.
Seberapa sulitkah menghadapi
tantangan menjadi seorang ibu?
Menurut teori
keperawatan, proses menjadi seorang ibu merupakan sebuah proses di mana
perempuan untuk mencapai rasa nyaman, menjalankan peran, dan mengakui dirinya
sebagai seorang ibu (Mercer, 2004). Secara teori, perempuan harus melalui 4
tahapan untuk mencapai sebuah identitas sebagai seorang ibu. Keempat tahap
tersebut, yaitu antisipatori, formal, informal, personal (Mercer, 2006). Tahap antisipatori dilalui sejak
memasuki usia kehamilan, ditandai dengan munculnya rasa kasih sayang pada calon
bayi, mengidamkan,
dan membayangkan bayi yang akan lahir kelak. Tahap formal, informal,
dan personal dialami sejak kelahiran
bayi hingga 1 tahun setelah kelahiran. Masa puncak perempuan untuk mencapai
identitas dirinya sebagai ibu berada pada masa formal-informal, yaitu 0-4 bulan
setelah melahirkan. Pada masa ini,terdapatbegitu
banyak tantangan yang harus dihadapi perempuan untuk mencapai identitas dirinya
sebagai seorang ibu.
Beberapa tantangan yang
dihadapi perempuan terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari: usia, pengalaman melahirkan,
karakter personal, konsep diri, dan status kesehatan. Sedangkan faktor
eksternal terdiri dari:
temperamen
bayi, pemisahan diri dari bayi, dan dukungan sosial. Berdasarkan hasil
penelitian, semua faktor tersebut mempengaruhi kesiapan perempuan untuk menjadi
seorang ibu.
Menurut Eshbaugh,
Lempers, & Luze (2006), perempuan remaja mengalami kesulitan dalam mencapai
peran ibu karena memiliki pengalaman dan sumber yang terbatas. Selain itu, bagi
perempuan yang pertama kali menjadi ibu (primipara) juga mengalami kesulitan dibandingkan
dengan perempuan yang telah memiliki anak (multipara) karena pengalaman dalam
merawat bayi (Cinar & Ozturk, 2014). Namun, penelitian menemukan bahwa
perempuan primipara memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap perawatan
bayi (Afiyanti, et al, 2006).
Karakter empati pada
perempuan penting dalam proses menjadi seorang ibu. Hal tersebut menunjukkan
adanya kepedulian perempuan terhadap bayinya. Sedangkan karakter yang mudah
gelisah dan cemas berlebihan akan menjadi lebih sulit dalam beradaptasi saatmemainkan peran barunya sebagai ibu
(Murray & McKinney, 2014). Selain itu, perempuan dengan kesehatan yang
buruk juga sangat berpengaruh terhadap kedekatannya dengan bayi dan akan
memperlambat proses transisi menjadi seorang ibu (Mercer, 1977).
Selain faktor internal,
faktor eksternal juga turut memengaruhi proses adaptasi perempuan menjadi
seorang ibu. Salah satunya adalah dukungan sosial. Dukungan sosial adalah
sejumlah bantuan yang dirasakan dan terdapat orang-orang yang menyediakan
bantuan tersebut. Dukungan sosial dapat berupa emosional, informasional, fisik,
dan penghargaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan dukungan sosial berpengaruh pada pencapaian
kemampuan peran menjadi ibu, terlebih pada kondisi perempuan yang berisiko
tinggi (Jirapaet, 2001). Banyak jugahasil
penelitian yang menunjukkan bahwa dukungan suami yang baik dapat meningkatkan
kepuasan perempuan menjadi seorang ibu dan merasa lebih mudah menjalani
transisi peran, menikmati kebersamaan dengan bayi dan stress berkurang (McVeigh
& Smith, 2000). Selain dukungan suami, dukungan dari ibu dan anggotakeluargalainnya juga berpengaruh
terhadap peningkatan kompetensi menjadi ibu, khususnya ibu primipara.
Banyak sekali tantangan
yang harus dihadapi oleh perempuan untuk sukses beradapatasi terhadap peran
barunya, khususnya bagi perempuan yang baru pertama kali menjalani peran
sebagai seorang ibu. Oleh karena itu, dukungan sosial
adalah aspek yang sangat dibutuhkan
oleh perempuan dalam menjalani masa transisi ini, khususnya dukungan dari suami
dan keluarga. Menjadi seorang ibu yang baik adalah perempuan yang tidak hanya mampu
peduli pada bayinya, tapi juga peduli terhadap kesehatan dirinya.
Selamat Hari Ibu! J
Referensi
Afiyanti, Y.,
Rachmawati, I. N., & Nurhaeni, N. (2006). Perbedaan Kepedulian Maternal
Antara Ibu Primipara dan Ibu Multipara Pada Awal Periode Post Partum. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 10(2), 54–60.
Cinar, I. O.,
& Ozturk, A. (2014). The Effect of Planned Baby Care Education Given to
Primiparous Mothers on Maternal Attachment and Self-Confidence Levels. Health
Care for Women International, (3), 320–333. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1080/07399332.2013.842240
Jirapaet, V.
(2001). Factors affecting maternal role attainment among low-income, Thai,
HIV-positive mothers. Journal of Transcultural Nursing : OfficialJournal of
the Transcultural Nursing Society / Transcultural NursingSociety, 12(1),
25–33. http://doi.org/10.1177/104365960101200104
McVeigh, C.,
& Smith, M. (2000). A comparison of adult and teenage mother’s self-esteem
and satisfaction with social support. Midwifery, 16(4), 269–276. http://doi.org/10.1054/midw.2000.0226
Mercer, R. T.
(1977). Postpartum : Illness Acquaintance- Attachment. The American Journal
of Nursing, 77(7), 1174–1178. Retrieved fromwww.jstor.org/stable/3461797
Mercer, R. T.
(2004). Becoming a mother versus maternal role attainment. Journal of
Nursing Scholarship, 36(3), 226-232.
Mercer, R. T. (2006).
Nursing Support of the Process of Becoming a Mother. Journal of Obstetric,
Gynecologic, & Neonatal Nursing, 35(5), 649–651. http://doi.org/10.1111/j.1552-6909.2006.00086.x
Murray, S.S
& McKinney, E.S. (2014). Foundations of Maternal-Newborn and Women's Health
Nursing, 6th
Ed.
United States of America, Elsevier, Inc.